Menanti Sebuah Jawaban

Suatu ketika seorang laki-laki bertanya pada perempuan yang dikenalnya. Cantik. Ada sesuatu yang hendak disampaikan. Tak jauh dari perasaan, layaknya kemarau yang merindukan hujan, ada hasrat yang menggebu, rindu.

Ditatap dalam mata perempuan itu, sambil tersipu si perempuan coba menenangkan diri:

"Cantik, tak ada yang bisa menggantikan masa lalumu, pun demikian dengan diriku. Aku tahu kau telah menyimpan luka, kenangan suram masa lalu membuatmu terapung dalam lautan kehidupan. Tak apa, kau telah teruji layaknya batu karang, dihantam debur ombak namun engkau tetap tegar. 
Entahlah, tak habis waktu untuk memikirkanmu. Walau tak harus, tapi tiba-tiba saja perasaan ini datang sendirinya. Tak ada apa-apa, perasaan aneh dan semestinya tak ada yang perlu dipersoalkan. Tapi janggal saja, kenapa juga kamu yang selalu ada. 
Tak ada yang musti diperdebatkan, keberadaanmu adalah anugerah. Anakmu adalah bukti bahwa kasihmu meluas samudra, tak berbatas. Selama itu pula kau membatu, tegar, seusia anakmu, lebih. Aku coba menerka, sebenarnya kau juga tak ingin sendiri, normalnya saja. Tapi banyak hal yang tak bisa kau ingkari, keberadaan anakmu adalah sesuatu yang membuatmu tak mudah membagi hati. 
Tapi, tak ada salahnya jika aku mencoba menyelinap, mencoba masuk dalam sela hatimu yang belum terisi. Dengan kecantikanmu kiranya tak sulit kau cari pengganti. Tapi bukan itu. Aku tak ingin banyak alasan, kecantikanmu, kesendirianmu, itu hanyalah sebagian kecil dari niatku ingin mempersandingmu. Cinta itu tak butuh alasan, karena saat cinta itu karena sebuah alasan, maka kadar kemurniannya perlu dipertanyakan. Cinta itu cinta, bukan karena satu dan lain hal. 
Fajar yang hadir di ufuk timur dalam iringan waktu akan tenggelam diujung barat. Sebuah kodrat, sama halnya ketika aku mencintaimu. Dalam tautan waktu kita dipertemukan, dan aku ingin mengarungi sisa waktu bersamamu, menyaksikan fajar terbit dan tenggelam sepenuh
cinta. 
Maukah kamu?"

Perempuan itu hanya terdiam. Tak mendongak, berkaca-kaca. Suasana larut dalam hening, laki-laki itu  terpaku terdiam, menunggu jawaban. [SC]

141015, 03.00-04.00